Rabu, 09 April 2008

Tak ada kata terlambat untuk mencintai seseorang

Tak ada kata terlambat untuk mencintai seseorang ....


Terlambat..???
Enggak ada yang terlambat dalam mencintai seseorang...
Saat kau benar-benar mencintai seseorang ...
Walau kau terlambat menyadari namun itu bukan akhir dari cerita cintamu..
Namun, saat kau mulai menutup diri, dan menyerah berarti barulah kau terlambat...
Dan menjadi orang yang tak perlu lagi diperhitungkan...!!


Merelakan..Melepaskan??
mengharukan saat-saat kau mencintainya dengan segenap hatimu...
Kau benar-benar menawarkan perasaan cintamu.. Kedua hal yang
Hingga kau rela melepaskannya jika ia memang akan bahagia..
Lebih baik melihat orang kau cintai tak lagi bersamamu,
dibanding kau bersamanya dan membuatnya jenuh...
dan tak bahagia berada di sampingmu...
Saat kau menyadari semua tidaklah kejam untukmu..
Namun kau beruntung dapat menyadari perasaan itu...


Menyedihkan..??
Ya..menyedihkan itu tepat untukmu yang menderita dalam percintaan ..
saat cintamu tak berbalas..
atau orang kau cintai telah berkhianat...
Tapi kau bukan orang yang paling menyedihkan...
Namun, Sadarilah..
dia yang melukaimu lebih menyedihkan lagi darimu...
Karna tanpa ia sadari...
ia menyia-nyiakan mu yang telah sangat mencintainya...


Salah Mencintai..??
Hanya dengan mencintai kau melihat dirinya sangat sempurna..
Namun mencintai bukan suatu kebutuhan tapi suatu pilihan..
Saat kau menganggap cinta itu bagai kebutuhan..
kau tak akan rela melepasnya...
Kau hanya boleh menyadari dia adalah pilihan mu
bukan suatu kebutuhan yang harus memenuhi hidupmu...
Maka kau akan sakit dan tak rela bila kau kehilangannya...


Cinta itu enggak selalu indah..
seindah dongeng cinderella berakhir bahagia..
atau romeo en juliet dgn kisahnya yang abadi...
Namun, kau bisa mencobanya...
Namun saat kau tak berhasil menciptakan cerita2 indah...
Kau hanya bisa merelakan nya...
Saat yang tepat kau akan temukan seseorang yang lebih baik dan mempesona...
Karena dibalik semuanya Tuhan mempunyai rencana yg indah untuk mu........




Fr.adi

Mencintai Dalam Keheningan

Mencintai seseorang bukan hal yang mudah.

Bagi sebagian orang, termasuk saya tentunya, mencintai orang merupakan proses yang panjang dan melelahkan.

Lelah ketika kita dihadapkan pada suatu keadaan yang tidak seimbang antara akal sehat dan nurani.

Lelah ketika kita harus menuruti akal sehat untuk berlaku normal meski semuanya menjadi abnormal.

Lelah ketika mata menjadi buta akibat dari perasaan yang membius tanpa ampun.

Lelah ketika imaginasi menjadi liar oleh khayalan yang terlalu tinggi.

Lelah ketika pikiran menjadi galau oleh harapan yang tidak pasti.

Lelah untuk mencari suatu alasan yang tepat untuk sekedar melempar sesimpul senyum atau sebuah sapaan “apa kabar...”

Lelah untuk secuil kesempatan akan sebuah moment kebersamaan.

Lelah untuk menahan keinginan untuk melihatnya..

Lelah untuk mencari secuil kesempatan menyentuh atau membauinya.

Lelah dan lelah dan lelah..


Hanya sebuah sikap diam dan keheningan yang lebih saya pilih..

Diam menunggu sang waktu memberi sebuah moment.

Diam untuk mencatat segala yang terjadi.

Diam untuk memberi kesempatan otak kembali dalam keadaan normal.

Diam untuk mencari sebuah jalan keluar yang mustahil.

Diam untuk berkaca pada diri sendiri dan bertanya “apakah aku cukup pantas?”

Diam untuk menimbang sebuah konsekuensi dari rasa yang harus dipendam.

Diam dan dalam diam kadang semuanya tetap menjadi tak terarah..

Dan dalam diam itu pula, saya menjadi gila karena sebuah rasa dan pesona tetap mengalir..


Sayangnya, dalam keheningan dan diam yang saya rasakan,

lebih banyak rasa galau daripada sebuah usaha untuk mengembalikan pola pikir yang lebih logis.

Galau ketika mata terus meronta untuk sebuah sekelibat pandangan.

Galau ketika mulut harus terkatup rapat meski sebuah kesempatan sedikit terbuka.

Galau ketika mencintai menjadi sebuah pilihan yang menyakitkan

Galau ketika mencintai hanya akan menambah beban hidup

Galau ketika menyadari bahwa segalanya tidak akan pernah terjadi

Galau ketika tanpa disadari harapan terlanjur membumbung tinggi

Galau ketika semua bahasa tubuh seperti digerakan untuk bertindak bodoh.

Apakah mencintai seseorang senantiasa membuat orang bodoh? Tentu tidak.

Namun itu pula yang saya rasakan selama hampir lebih dari 1 tahun.


Dalam kelelahan, diam dan kegalauan yang saya rasakan selama ini, ada rasa syukur atas berkat dari Sang Hidup atas apa yang saya alami.

Syukur ketika rasa pahit menjadi bagian dari mencintai seseorang.

Syukur ketika berhasil memendam semua rasa untuk tetap berada pada zona diam.

Syukur untuk sebuah pikiran abnormal namun tetap bertingkah normal

Syukur ketika rasa galau merajalela tak terbendung.

Syukur ketika rasa perih tak terhingga datang menyapa.

Syukur karena tak ditemukannya sebuah nyali untuk mengatakan “Aku mencintaimu”

Syukur ketika perasaan hancur lebur menjadi bagian dari mencintai.

Syukur ketika harus menyembunyikan rasa sakit dan cemburu dalam sebaris ucapan “aku baik – baik saja”

Syukur atas rahmat hari yang berantakan akibat rasa pedih yang teramat dalam.


Akhirnya, bagi saya, keputusan untuk mencintai melalui sebaris doa menjadi pilihan yang paling pantas.

Setidaknya, mencintai secara tulus melalui doa, dalam tradisi agama yang saya anut, akan menjadi lebih bermakna,

karena saya diteguhkan dus menjadi berkat atas segala rasa perih yang senantiasa ada didalam diri.

Dalam doa, akhirnya, semuanya kita kembalikan kepada Sang Hidup..

Bahwa mencintai seseorang itu seperti memanggul sebuah salib..

Bahwa terkadang akal dan perasaan campur aduk tak tentu arah.

Bahwa saya juga bukan manusia super..

Bahwa saya juga tidak bisa berlaku pintar sepanjang waktu, setiap hari.

Bahwa saya juga punya kebodohan yang kadang susah untuk diterima akal sehat.

Bahwa dengan segala kekurangan yang ada, saya berani mencintai..

Bahwa saya bersedia membayar harga dari mencintai seseorang..

Bahwa saya bersedia menanggung rasa sakit yang luar biasa..

Bahwa saya mampu untuk tetap hidup meski rasa perih terus menjalar..

Bahwa saya masih memiliki rasa takut akan kehilangan dalam hidup..


Dan hari ini, dari semua pembelajaran yang telah saya terima,

Berkembang menjadi sebuah bentuk KEPASRAHAN.

Sebuah Zona yang terbentuk karena saya merasa tidak berdaya.

Dimana saya merasa tidak memiliki kemampuan untuk membuat segalanya menjadi mungkin.

Dimana saya tidak berani untuk membangun sebuah harapan

Dimana saya tidak berani untuk mengatakan “Aku mencintaimu, mari kita pastikan segalanya, dan semuanya, hanya untuk kita berdua saja”


Dan ini adalah pilihan terakhir yang saya miliki,

Mencintai dalam kepasrahan, tanpa berharap dan tanpa meminta.

Meski sangat susah dan hampir mustahil bagi saya untuk tidak mengingatnya.

Semoga saya bisa.


Dan hingga hari ini, saya masih mencintainya

Saya sadar hal itu akan memberi rasa perih yg teramat dalam

Karena bagi saya, lebih susah untuk tidak mencintainya.

Saya sadar ini adalah sebuah salib yang harus saya pikul.

Dalam perjalanan yang melelahkan, dalam diam dan keheningan

Dan tentunya dalam sebuah KEPASRAHAN yang teramat dalam.




FAisat






Diposting oleh Melani di 22:24 0 komentar